“Semua alat kecantikan dan hiasan pengantin untuk praktik semua disediakan oleh penyelenggara. Kecuali para model untuk praktik rias pengantin itu kami yang membawa sendiri-sendiri,” ujar salah seorang peserta dari Jalan Belimbing Keraton, Emi (32).
Dijelaskan Hj Sumiati, materi tata upacara pengantin itu berupa pengetahuan tentang penyelenggaraan pengantin mulai dari pasang tarub, siraman, midodareni, pertemuan dua mempelai sampai akad nikah. Sedangkan tujuan utama dari pendidikan paraprofesi ini, selain menjadikan seseorang mempunyai keahlian merias pengantin juga sebagai upaya pelestarian budaya daerah yang adiluhung. “Karena dalam materi tata rias pengantin itu meliputi rias pengantin Solo Putri, Solo Basahan dan Paes Ageng, yang semua itu mempunyai tata cara masing-masing dan mengandung filosofi tersendiri,” papar Hj Sumiati. nKZ
Profil Hj Sumiati Chibang
Perias ‘Raja Sehari’, Pelestari Tradisi
Hj Sumiati menggeluti dunia tata kecantikan dan rias pengantin sejak tahun 1978. Ketika itu masih bermukim di Solo, karena mengikuti suami yang bertugas di Dinas Perhutani Solo. “Pada suatu hari ada lomba rias pengantin saya yang hanya bermodal hobi merias diri memberanikan diri mengikuti lomba, mewakili dinas tempat suami saya bekerja,” papar Hj Sumiati di rumahnya pekan lalu.
Dijelaskan Hj Sumiati, meski dirinya sudah terbiasa merias diri namun belum memiliki pengetahuan tentang rias pengantin secara formal. Sebelum lomba berlangsung, selama sepekan Sumiati mengikuti kursus singkat tentang tata rias pengantin serta ikut ujian negara. Dengan bekal pengetahuan yang masih segar dalam ingatan dan semangat menggebu Sumiati mengikuti lomba bertema ‘Pengantin Solo Putri’ dan berhasil menjadi juara.
Sejak itu, bakat terpendamnya semakin pancarkan harapan cerah. Sumiati semakin termotifasi untuk menjadi perias profesional. Keinginan untuk mengaktualisasi diri melalui dunia tata rias cukup besar, namun karena dirinya tinggal di rumah dinas, sehingga peluang besar itu tertahan sementara. Dirinya merasa segan menerima job rias pengantin dari kalangan umum, kecuali bagi keluarga di kalangan dinas setempat yang dilayaninya.
Meski demikian Sumiati secara aktif terus menambah bekal pengetahuan di dunia tata kecantikan dan rias pengantin serta berbagai hal yang berkaitan dengan adat dan tata upacara pengantin. Sehingga ilmu yang dipelajarinya semakin komplit dari guru berasal dari lintas wilayah. Seperti tata rias Solo Putri ia pelajari ketika tinggal di Solo, tata rias Solo Basahan kursusnya di Kebumen. Pelatihan Paes Ageng di Wonosobo, juga menimbu ilmu tata rias Yogya Putri dan rias pengantin adat Sunda.
Selain sebagai perias, mantan guru yang berhenti mengajar karena harus mengikut suami yang sering pindah tugas ini akhirnya jiwa pendidiknya tersalurkan melalui kegiatan non formal, yakni sebagai pengajar di lembaga kursus sekaligus penguji dalam setiap penyelenggaraan ujian tata rias sejak tahun 1985.
Pada tahun yang sama, ketika suami ditugaskan di Kebumen, Sumiati mulai menerima job rias pengantin. Lagi-lagi hanya di lingkungan terbatas. Khususnya para karyawan dan pejabat dinas perhutani yang membutuhkan jasanya sebagai perias pengantin. Hal itu dia lakukan karena semata-mata untuk menjaga kode etik lantaran dia masih tinggal di rumah dinas.
Setelah pidah ke Tegal pada tahun 1996, Sumiati mulai melangkah lebih serius dalam mengembangkan bakat dan keahliannya. Ia lebih konsisten di dunia tata rias karena sudah menetap di Tegal. Tidak lama kemudian suaminya wafat dan meninggalkan tiga orang anak. Kini mereka sudah bekerja di luar Jawa seperti di Jambi dan Pekan Baru.
Melalui berbagai aktfitas di kegiatan organisasi, sehingga semakin dikenal masyarakat. Hal itu menguntungkan dirinya sejalan dengan keahlian di dunia tata rias pengantin.
Jabatan Hj Sumiati atara lain sebagai Ketua Himpunan Rias Pengantin
‘Tujuannya untuk nguri-uri tradisi dan adat istiadat tata cara pengantin, selain itu mengajarkan tata c ara meronce bunga melati juga diajarkan," jelasnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar